BANYUWANGI, ZonaJatim.net – Pemkab Banyuwangi kini tengah berusaha mengembangkan beras biofortifikasi untuk perkuat gizi masyarakat. Jenis beras bernutrisi tinggi ini pun coba ditanam di sejumlah wilayah kecamatan seperti Blimbingsari, Licin, Glagah, Singojuruh, dan Sempu.
Apalagi, Kabupaten Banyuwangi selama ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi beras nasional dengan surplus tahunan lebih dari 300 ton.
Beras biofortifikasi merupakan hasil dari pengembangan tanaman padi yang telah dimodifikasi secara genetik maupun melalui teknik pemuliaan, guna meningkatkan kadar gizi penting dalam beras, terutama mikronutrien seperti vitamin dan mineral.
Langkah pengembangan beras biofortifikasi di Banyuwangi ini diambil untuk memperkuat ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
“Harapannya kualitas gizi masyarakat semakin meningkat. Selain itu juga bisa menekan bahkan mencegah stunting,” ujar Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, dikutip dari laman resmi Pemkab.
Biofortifikasi bertujuan untuk meningkatkan kandungan zat gizi mikro yang selama ini masih menjadi persoalan gizi di Indonesia, seperti kekurangan zat besi dan zinc.
Beras jenis ini mengandung berbagai nutrisi penting, di antaranya vitamin A, B1, B3, B9 (asam folat), B12, serta mineral seperti zat besi (Fe) dan seng (Zn).
Guru Besar Gizi Masyarakat IPB University, Prof Evy Damayanti dalam rilis terkait beras bio fortifikasi seng untuk cegah stunting menekankan pentingnya asupan seng bagi pertumbuhan anak.
Ia menyebutkan bahwa salah satu program pemerintah dalam biofortifikasi seng adalah peluncuran Beras Inpari IR Nutri Zinc pada 2019, yang dirancang memiliki kandungan seng tinggi namun tetap menyerupai beras Ciherang dari segi karakteristik.
“Bila beras biofortifikasi seng diperkenalkan, maka dapat menyelamatkan 0.142 dan 0.456 juta DALYs dalam asumsi pesimis dan optimis,” terang Prof Evy, sebagaimana dikutip dari laman resmi ITB.
Pengembangan beras biofortifikasi di Banyuwangi melibatkan kolaborasi antara pemerintah daerah dengan beberapa mitra strategis, termasuk Bulog Banyuwangi, Danone, dan Pandawa Agri Indonesia.
Kukuh Roxa Putra selaku CEO Pandawa Agri Indonesia menyatakan bahwa saat ini budidaya dilakukan di lahan seluas 60 hektare dan dikelola oleh puluhan petani.
“Tahun 2026 akan kami perluas hingga 500 hektare dengan melibatkan 100-an petani,” ujar Kukuh.
Ia menambahkan, para petani mendapat pendampingan secara menyeluruh mulai dari penyediaan benih, pengolahan tanah, proses tanam, hingga pasca panen. Dengan dukungan ini, produktivitas tanaman padi berpotensi meningkat hingga 15 persen.
Tidak hanya fokus pada hasil panen, proses budidaya juga mengusung prinsip pertanian berkelanjutan. Pihak Pandawa Agri Indonesia menerapkan pemupukan rasional, penggunaan decomposer jerami untuk memperbaiki kualitas tanah, serta sistem irigasi basah-kering guna mengurangi emisi gas rumah kaca.
Melalui pengembangan beras biofortifikasi ini, Banyuwangi tak hanya menegaskan perannya sebagai daerah lumbung padi nasional, tetapi juga pionir dalam gerakan peningkatan gizi dan pencegahan stunting melalui inovasi pertanian.










