MALANG, ZonaJatim.net-–Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) menutup aktivitas wisata di Gunung Bromo mulai 10 Juni 2025 sampai 13 Juni 2025. Gunung Bromo ditutup untuk wisata untuk menghormati upacara ritual Yadnya Kasada, yang diselenggarakan masyarakat adat Tengger.
Sehingga kawasan Gunung Bromo hanya dibuka untuk masyarakat adat Tengger yang akan mengikuti upacara ritual Yadnya Kasada pada 10-11 Juni 2025. Usai upacara Yadnya Kasada, petugas akan membersihkan kawasan pada 12 -13 Juni 2025.
“Kami berkomitmen menjaga kebudayaan dan adat Masyarakat Tengger,” tulis Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Rudijanta Tjahja Nugraha dalam siaran pers yang diterima ZonaJatim.
Rudijanta meminta masyarakat menghormati budaya dan adat masyarakat Tengger. Yakni dengan tidak memasuki kawasan wisata Bromo selama kegiatan upacara Yadnya Kasada. “Ditutup untuk wisata untuk memberikan ruang bagi masyarakat adat Tengger melaksanakan upacara Yadnya Kasada dengan khidmat,” ujarnya.
Sedangkan, kawasan Ranupani, Ranu Regulo dan Ranu Kumbolo tetap dibuka dan bisa dikunjungi untuk wisata. Pembelian tiket bisa dilakukan secara daring melalui situs bromotenggersemeru.id sesuai ketentuan yang berlaku.
Ritual Yadnya Kasada merupakan acara adat tahunan masyarakat adat Tengger. Dilakukan sebagai wujud syukur atas kerunia dan habis bumi yang melimpah. Serta memohon berkah kepada Sang Hyang Widhi Wasa serta para leluhur. Rangkaian upacara ini, masyarakat adat Tengger melemparkan sesaji berupa hasil bumi dan ternak ke dalam kawah Gunung Bromo sebagai bentuk persembahan.
Asal Usul Yadnya Kasada
Upacara Yadnya Kasada merupakan tradisi masyarakat adat Tengger berupa seserahan kepada Sang Pencipta dan nenek moyang. Upacara dilangsungkan pada hari ke-14 bulan Kasada sesuai penanggalan Tengger. Semua hasil bumi, dan makanan ditata di Ongkek, lalu dilemparkan ke kawah gunung Bromo. Sembari berdoa memohon dijauhkan dari marabahaya, dan hasil bumi melimpah.
Upacara Yadnya Kasada merupakan peringatan pengorbanan Randen Kusuma, anak pasangan suami istri Jaka Seger dan Roro Anteng. Penelitian yang dilakukan Shofi Alfinda Ayu Rahmawati, Eggy Fajar Andalas dari Universitas Muhammadiyah Malang dalam Asal-usul Upacara Yadnya Kasada sebagai Dasar Kehidupan Kebudayaan Masyarakat Tengger Probolinggo menjelaskan upacara tak bisa dilepaskan dari legenda kisah Roro Anteng dan Jaka Seger.
Selama menjalani hidup bersama, pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger belum dikaruniai anak. Lantas mereka berdoa meminta kepada Dewa Brahma di Gunung Bromo agar bisa dikaruniai anak. Akhirnya doa terkabul, dengan syarat anak bungsunya harus dikorbankan ke kawah gunung Bromo. Keduanya, Roro Anteng dan Jaka Seger sepakat dengan syarat tersebut.
Setelah dikarunia 25 anak Roro Anteng dan Jaka Seger ditagih janjinya agar mengorbankan anak bungsunya yang bernama Kusuma ke kawah gunung Bromo, tetapi Roro Anteng dan Jaka Seger sangat meyayanginya dan menolak mengorbanka anaknya. Lantas mereka mereka berdua memboyong anak-anaknya ke gunung Penanjakan. Tak disangka Gunung Bromo meletus, jilatan material vulkanik mengambil kusuma dari tangan Roro Anteng dan Jaka Seger.
Dari dalam kawah Gunung Bromo, terdengar suara Raden Kusuma, meminta saudara-saudaranya agar setiap bulan Kasada membawakan dia hasil bumi untuk diserahkan ke Gunung Bromo. Sehingga hingga kini, secara turun temurun masyarakat adat Tengger membawa hasil bumi ke kawah Gunung Bromo.









