BANYUWANGI, ZonaJatim.net – Catatan sejarah letusan Gunung Raung kembali bertambah usai munculnya aktivitas vulkanik salah satu gunung di Jawa Timur ini pada Rabu pagi, 11 Juni 2025, tepatnya pukul 09.19 WIB.
Letusan Gunung Raung pada Rabu pagi tersebut menimbulkan kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal, membumbung setinggi sekitar 750 meter di atas puncak atau setara dengan 4.082 meter di atas permukaan laut.
Namun, erupsi ini bukanlah yang pertama dalam sejarah panjang Gunung Raung. Sebagai salah satu gunung berapi paling aktif di Jawa Timur, Gunung Raung terletak di perbatasan antara tiga kabupaten: Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi.
Aktivitas vulkaniknya telah tercatat sejak abad ke-16, menjadikannya sebagai salah satu gunung dengan riwayat letusan paling panjang di Indonesia.
Sejarah Letusan Gunung Raung Sejak Abad ke-16
Letusan besar pertama Gunung Raung tercatat terjadi pada tahun 1586. Letusan ini begitu dahsyat hingga menyebabkan kerusakan parah di kawasan sekitarnya dan menelan korban jiwa dalam jumlah besar.
Menurut catatan sejarah, sekitar 10.000 orang dilaporkan tewas, dan langit tertutup abu vulkanik selama tiga hari, membuat siang hari terasa seperti malam.

Sebelas tahun kemudian, pada 1597, Gunung Raung kembali erupsi dengan kekuatan besar. Asap tebal yang dihasilkan bahkan bisa terlihat dari pantai di wilayah Jawa Timur hingga Bali. Kartografer Cornelis de Lodewijcksz turut mencatat fenomena tersebut dalam laporan pelayarannya.
Letusan signifikan lainnya terjadi pada tahun 1638. Kali ini, erupsi disertai dengan banjir besar dan aliran lahar yang menyapu wilayah di sekitar Kali Setail dan Kali Klatak di Banyuwangi. Ribuan orang kembali menjadi korban dari bencana ini.
Sejarah Letusan-Letusan Hebat Gunung Raung pada Abad ke-18 dan ke-19
Gunung Raung terus menunjukkan aktivitasnya. Pada tahun 1730, letusan eksplosif kembali mengguncang kawasan sekitar. Hujan abu dan lahar menambah luas area terdampak, memperparah kerusakan dan mengganggu kehidupan penduduk sekitar.
Selama periode 1812 hingga 1814, serangkaian letusan kembali terjadi. Hujan abu lebat serta suara gemuruh menggetarkan wilayah sekitarnya. Pada 1815, abu letusan bahkan mencapai daerah-daerah yang cukup jauh seperti Besuki, Situbondo, dan Probolinggo.

Aktivitas vulkanik tak berhenti di situ. Tahun 1859 menjadi awal dari rangkaian letusan yang berlanjut hingga akhir abad ke-19. Gunung Raung meletus kembali pada tahun 1864, 1881, 1885, 1890, dan 1896. Setiap letusan disertai suara gemuruh, hujan abu, dan getaran gempa yang dirasakan oleh penduduk sekitar.
Aktivitas Erupsi Gunung Raung pada Abad ke-20 hingga Sekarang
Memasuki abad ke-20, Gunung Raung tetap aktif. Pada 1913, terdengar suara dentuman keras dan aktivitas vulkanik semakin intensif. Situasi serupa terus berulang sepanjang 1915 hingga 1917. Di tahun 1921 dan 1924, aliran lava tercatat mengalir di dalam kaldera.
Tahun 1927, letusan menghasilkan asap berbentuk cendawan yang tinggi dan hujan abu yang tersebar hingga 30 kilometer dari kawah. Selain itu, lontaran bom vulkanik mencapai jarak 500 meter dari puncak, menunjukkan betapa kuatnya tekanan letusan saat itu.

Gunung Raung tetap menjadi ancaman aktif hingga masa kini. Aktivitasnya tercatat hampir setiap dekade. Pada awal Juni 2025, letusan terjadi secara beruntun hampir setiap hari, termasuk tanggal 5, 6, 7, 8, dan dua kali pada tanggal 11 Juni.
Kolom abu mencapai 750 meter dari puncak, dengan arah sebaran ke timur dan timur laut.Status aktivitas Gunung Raung saat ini berada di Level II (Waspada).
Pemerintah menetapkan zona larangan mendekati kawah dalam radius tiga kilometer. Wisatawan dan masyarakat diimbau untuk tidak menuruni kaldera maupun bermalam di sekitar kawah, demi menjaga keselamatan.
Karakteristik Letusan Gunung Raung
Sepanjang sejarah Letusan Gunung Raung, umumnya erupsi ditandai dengan keluarnya abu vulkanik, suara gemuruh, dan kadang disertai aliran lava di dalam kawah. Bahaya utama dari letusan meliputi awan panas, lontaran piroklastik, dan banjir lahar.
Keunikan dari Gunung Raung terletak pada bentuk kawahnya yang terbuka. Karena itu, lava pijar yang muncul biasanya akan kembali ke dalam kaldera, sehingga jarang terjadi aliran lava yang keluar dari batas kawah. Meskipun begitu, potensi bahaya tetap tinggi dan perlu diwaspadai setiap saat.










